Seorang PNS harus memiliki tiga kualitas: jujur, setia, pintar. Hanya saja sayangnya kualitas SDM di Indonesia sangat terbatas, sehingga maksimal hanya dua saja kualitas yang dapat dipenuhi. Jadi kalau dia jujur dan setia, maka dia tidak pintar. Atau kalau dia jujur dan pintar, maka dia tidak setia. Dan kalau dia setia dan pintar, dia tidak akan jujur, alias koruptor (dan ini sudah banyak contohnya). Yang paling parah adalah hasil dari KKN, yaitu sudah tidak pintar, tidak setia, tidak jujur pula, maka makin hancur negara jika diisi PNS seperti ini.Meskipun contoh di atas hanya merupakan anekdot belaka, tetapi sistem yang baik harus bisa mengantisipasi kejadian seperti di atas andaikata itu benar-benar menjadi kenyataan. Sistem seleksi harus bisa mengantisipasi agar ke tiga kualifikasi di atas benar-benar bisa terpenuhi, dan KKN harus benar-benar dicegah. Dan jika orang-orang yang tidak kualified masih juga bisa lolos, maka sistem harus mencegah agar sisi-sisi buruk pegawai tidak bisa berkembang, bahkan harus ditekan habis. Misalnya, andaikata terlanjur menerima seorang pegawai yang pandai tetapi tidak setia dan tidak jujur, maka sistem harus menempatkan dia di posisi dimana kepandaiannya dapat dimanfaatkan, tanpa memberi peluang kepada dia untuk memanfaatkan ketidak setiaannya dan ketidak jujurannya. Biarpun sistem yang seperti itu terkesan sepintas mudah diucapkan susah dipraktekkan, tetapi dengan prinsip ada kemauan ada jalan, pasti bisa diwujudkan apabila mulai dilakukan.
Banyak faktor yang menyebabkan sistem positif berubah menjadi sistem negatif, antara lain:
- Bila sistem dijalankan untuk mendukung individu atau kelompok individu tertentu di dalam sistem, sedangkan seharusnya individu-individu itulah yang mendukung jalannya sistem. Kondisi ini akan menjadi semakin parah apabila sistem tersebut menyangkut kepentingan publik, terutama sistem pemerintahan. Oknum-oknum ini biasanya adalah yang menduduki posisi tinggi di dalam sistem, sehingga dia bisa merubah sistem untuk meningkatkan kekuasaannya, dan akhirnya membelokkan sistem untuk mendukung kepentingan pribadinya. Bahkan sistem hukum bisa dibelokkan dari yang seharusnya membela keadilan, membela yang benar, mengutamakan rakyat banyak, menjadi membela kalangan sendiri, tidak peduli benar atau salah. Mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka menjadi contoh bagi orang banyak. Bahwa kerusakan yang mereka timbulkan bukan sebatas sistem dimana mereka berada saja, tetapi meluas sampai rusaknya sistem masyarakat, bangsa, dan negara. Mereka tidak tahu bahwa mereka tidak hanya mempertanggung jawabkan diri sendiri, tetapi juga bertanggung jawab terhadap nasib masyarakat, bangsa dan negara, karena posisi mereka sebagai tokoh masyarakat.
- Kurangnya kebijaksanaan dari para penyelenggara sistem, sehingga salah bersikap terhadap permasalahan-permasalahan kesisteman. Kesalahan yang paling umum adalah terlalu kaku dalam menerapkan aturan sistem. Sistem yang terlalu fleksibel memang tidak baik karena rentan terhadap penyimpangan. Tetapi sistem yang terlalu kaku juga tidak baik karena dapat menghambat proses continuous improvement, melewatkan peluang-peluang yang menguntungkan, membuang-buang sumber daya yang berharga, dan seterusnya, yang pada ujungnya akan merugikan sistem itu sendiri. Kurangnya kebijaksanaan ini sebagian besar diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu kesisteman dari para penyelenggara sistem, sebagian juga karena adanya itikad yang kurang baik yang berkaitan dengan moral para penyelanggara sistem.
Pancasila sila 5
* 2 komentar:
Sistem sebaiknya selalu memiliki "pintu darurat" untuk atasi para pegawai yang tak loyal. Ditendang ke tempat dia tak berkutik. Hehe..
Salam,
Sutomo Paguci
Kalau pintu masuknya tidak dikontrol, maka pintu daruratnya harus ekstra besar demikian pula tempat sampahnya. Akibatnya habis uang negara untuk mengurusi para sampah. :D
Salam juga, dan trims Pak komennya
Posting Komentar