Kesewenang-wenangan, Penegakan Hukum, dan Hati Nurani

Sewenang-wenang adalah berbuat sekehendak hati tanpa mempedulikan hak orang lain. Di sini kesewenang-wenangan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menggunakan kelebihan yang ada pada dirinya, baik itu kedudukan, kekayaan, kekuasaan, pengaruh, kekuatan, kepandaian, atau apa saja, untuk memenuhi segala keinginannya dengan mengabaikan segala aturan yang ada. Orang yang sewenang-wenang biasanya merasa memiliki derajat lebih tinggi dari orang lain sehingga tidak segan-segan melanggar hak orang lain, bahkan tak jarang yang merasa bahwa mereka memang berhak melakukan kesewenang-wenangan itu. Tidak seperti jiwa patriot yang tumbuh dari rasa ikut memiliki, orang yang sewenang-wenang justru mengembangkan keserakahannya yaitu ingin memiliki semuanya, tak ingin berbagi, tak peduli dengan hak orang lain. Mereka bahkan berani merubah dan memanipulasi peraturan, memutar balikkan kebenaran dan keadilan, dan mencari pembenaran-pembenaran dari tindakan sewenang-wenang mereka. Hampir semua pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negeri ini adalah akibat dari perbuatan sewenang-wenang ini.

Tak jarang kesewenang-wenangan terjadi dengan mengatas namakan penegakan hukum. Antara penegakan hukum dan kesewenang-wenangan hanya dipisahkan oleh suatu garis tipis, yaitu hati nurani. Penegakan hukum tanpa disertai hati nurani adalah kesewenang-wenangan. Penegakan hukum pada dasarnya adalah untuk menegakkan keadilan. Dan keadilan sejati hanyalah milik Tuhan. Hati nuranilah yang bisa mendekatkan manusia dengan Tuhannya. Hati nurani yang akan membimbing manusia untuk berbuat adil, sedekat mungkin dengan keadilan Tuhan. Tanpa hati nurani, perbuatan manusia akan cenderung banyak mudharatnya, oleh karena itu dikatakan orang yang berbuat sewenang-wenang adalah orang yang tidak berhati nurani. Hanya dengan hati nuranilah perbuatan manusia akan banyak memberikan manfaat bagi manusia lainnya, dan bagi lingkungan sekitarnya.

Sudah teramat banyak contoh kesewenang-wenangan yang terjadi di negeri ini. Mulai dari contoh yang berat, sampai kesewenang-wenangan "kecil" yang biasa terjadi di kehidupan sehari-hari, tak terhitung lagi jumlahnya. Yang dicontohkan oleh orang-orang besar, sampai yang biasa dilakukan oleh preman-preman kroco di pasar-pasar. Orang-orang "kecil" melakukan kesewenang-wenangan dengan cara yang kasar dan mencolok. Sebaliknya, orang-orang yang terhormat melakukan kesewenang-wenangan dengan cara yang terhormat pula, yang tentu saja mempunyai efek merusak yang lebih besar, lebih luas, dan lebih lama.

Sudah menjadi hal yang biasa jika orang yang sedang berkuasa melakukan tindakan nepotisme dan kolusi. Memasukkan anaknya, atau orang-orang dekatnya, di lingkungan kerjanya, atau di lingkungan yang dikuasainya. Dan ini dilakukan dengan berbagai cara, alasan, dan pembenaran. Ini merusak sistem yang ada. Menghalangi sistem (negara) untuk mendapatkan orang yang terbaik. Dan jelas akan mengakibatkan conflict of interest, sesuatu yang harus sedapat mungkin dihindari. Tindakan kolusi nepotisme ini juga memaksa orang-orang terbaik di negara ini, yang sebenarnya adalah orang-orang yang jujur, terpaksa mengikuti permainan dari para penguasa tersebut.

Dan masih tak terhitung lagi contoh kesewenang-wenangan lainnya. Para politisi yang berusaha untuk balik modal berlipat-lipat setelah terpilih. Penembakan rakyat biasa oleh polisi, dan berbagai macam pelanggaran HAM lainnya. Mafia dan makelar hukum. Dan seterusnya dan seterusnya. Begitu sulitnya untuk mencari jalan keluar dari masalah kesewenang-wenangan ini, hingga seakan-akan hanya azab Tuhan yang bisa menghentikan mereka. Sayangnya azab Tuhan kalau sudah turun biasanya tidak pilih-pilih, orang yang tidak berdosapun bisa terkena. Apa yang terjadi kepada Khadaffi harusnya bisa menjadi pelajaran bersama, betapa satu negara bisa porak poranda berkorban jiwa dan harta untuk menurunkan satu orang saja.

Maka sekali lagi harus disadari bersama pentingnya untuk membangkitkan kembali hati nurani berbangsa dan hati nurani individu per individu. Tanpa hati nurani maka sia-sialah kehidupan seseorang, dan tanpa hati nurani berbangsa sia-sialah suatu negara dibentuk.

Pancasila sila 3

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.