Jaman yang semakin materialistis, praktis, dan serba instant ini menstimulasi manusia menjadi cenderung lebih menyenangi hal-hal yang bersifat praktis, cepat, kelihatan nyata, mudah, tidak suka yang ribet-ribet, dan selalu berorientasi kepada keuntungan. Efek buruk yang terjadi adalah pola pikir yang pendek, yaitu manusia menjadi semakin sulit dan semakin malas untuk berfikir lebih panjang, lebih dalam, lebih teliti, dan tidak mau susah-susah memikirkan akibat dari perbuatannya yang mungkin kurang baik. Contoh: politik praktis, atau bahkan mie instant.
Budaya praktis ini menjadi kurang menguntungkan ketika bersinggungan dengan ritual-ritual dalam kehidupan, baik itu ritual negara (upacara bendera, dst), ritual agama (khotbah, dst), ataupun ritual lainnya. Timbul perasaan bahwa ritual-ritual tersebut hanya menghabiskan waktu, energi, dan materi saja. Ini menyebabkan pergeseran niat dari menghadiri untuk memahami, menjadi menghadiri hanya untuk sekedar absensi. Dan lama kelamaan ritual-ritual tersebut hanya menjadi sekedar seremonial belaka.
Seperti halnya buah yang tinggal kulitnya dan tidak ada isinya, buah ini pasti akan dibuang. Demikian juga dengan ritual-ritual yang bersifat seremonial belaka, lama kelamaan ritual-ritual tersebut akan ditinggalkan. Dan ini adalah kerugian besar bagi bangsa ini, karena ritual-ritual ini adalah salah satu alat untuk menjaga dan memelihara moral dan sistem yang berjalan di masyarakat dan di negara ini. Dibutuhkan suatu kesadaran untuk tetap melestarikan ritual-ritual yang bermanfaat dengan cara yang bijaksana dan tidak berlebih-lebihan, sehingga menimbulkan perasaan senang dan tidak malah membuat bosan, apalagi muak.
Pancasila sila 2
Intermezzo: Kulit dan Isi
* 0 komentar:
Posting Komentar