Memotivasi Diri vs Menipu Diri Sendiri

Merah adalah merah, siang tetaplah siang, malam tetaplah malam. Merah tak akan berubah warna dan siang tak akan jadi malam biarpun orang mengatakannya seperti itu. Yang haq adalah haq, yang batil adalah batil, yang baik adalah baik, dan yang buruk adalah buruk. Hakekat baik dan hakekat buruk tidak akan berubah biarpun orang mengatakan yang sebaliknya.

Memotivasi diri adalah upaya diri untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Upaya ini bisa dilakukan dari luar ke dalam, yaitu memperbaiki lahiriah, yang berimbas ke cara pikir, dan akhirnya ke batin. Atau dari dalam ke luar, yaitu memperbaiki batin, baru ke cara pikir, dan ke lahiriah. Atau metode-metode lain, tetapi yang pasti, memotivasi diri adalah kegiatan yang bersifat positif dan membawa kebaikan.

Sebaliknya, memperbaiki penampilan lahiriah tanpa diniatkan untuk memperbaiki cara pikir dan batinnya adalah tindakan yang sia-sia. Apalagi jika itu dilakukan untuk menutupi keburukan di dalam, jelas ini bukan tindakan yang terpuji. Mustahil manusia bisa menipu Tuhannya, bahkan lama kelamaan keburukannya pasti akan terbongkar dan diketahui orang banyak. Tindakan ini pada dasarnya adalah menipu diri sendiri, dan ini adalah suatu kebodohan.

Fenomena baru dari menipu diri sendiri adalah melakukan kebaikan menggunakan hasil dari keburukan. Contoh umumnya adalah beramal atau beribadah dengan uang haram. Orang-orang ini menipu dirinya sendiri dengan berharap bahwa timbangan amal baiknya lebih besar dari dosanya. Ini adalah kebodohan yang luar biasa. Ini adalah dosa yang bertumpuk-tumpuk, pertama karena uang didapat dengan cara haram, kemudian karena riya' dalam beramal atau beribadah, karena menipu orang banyak, lalu menipu diri sendiri, dan terakhir karena mencoba menipu Tuhan.

Ilustrasi berikut mungkin lebih mudah dipahami:
Seseorang yang mengalami luka borok di tangan kirinya, mencoba mengatasi masalahnya dengan merawat, melatih, dan memaksimalkan penggunaan dari tangan kanannya. Sepintas ini seperti cara yang pintar, tetapi tentu saja ini tak akan menyelesaikan masalah di tangan kirinya yang justru semakin parah.

Seni mengintrospeksi diri sendiri haruslah di kembangkan di masyarakat negeri ini, agar masyarakat terbiasa dengan memotivasi diri, dan bukannya malah terjebak dengan menipu diri sendiri. Dan hasil yang diharapkan adalah masy`rakat yang peka, penuh kesadaran, dan bertanggung jawab.

Pancasila sila 1

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.