Benang Merah Pancasila

Di era informatika yang luar biasa hiruk pikuk ini, tak dapat dipungkiri bahwa gaung dari Pancasila terasa semakin melemah. Arus informasi yang sangat masif, beragam, dan intens, menyebabkan masyarakat merasakan suatu krisis identitas. Pancasila adalah identitas dari bangsa ini, tetapi dalam kenyataannya justru sebaliknya, semakin sulit bagi manusia Indonesia untuk mengasosiasikan Pancasila sebagai identitas bangsa, apalagi menjadikannya sebagai pedoman kehidupan sehari-hari.

Banyak kemungkinan penyebab dari hal tersebut di atas. Dan salah satu kemungkinan yang dikemukakan di sini adalah karena Pancasila kurang bersifat applicable. Sebaik apapun suatu alat, kalau sulit digunakan, maka alat tersebut pasti akan disisihkan, dan akhirnya terlupakan. Masyarakat mungkin merasa kesulitan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terlebih karena tidak adanya contoh yang riil dari para petinggi negara.

Agar Pancasila lebih applicable, maka perlu ditarik benang merah yang jelas, baik antar sila-silanya sendiri, antara Pancasila dengan dunia nyata, dan tentu saja antara Pancasila dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat, dalam hal ini yang paling sering dibicarakan adalah benang merah antara Pancasila dan agama. Tanpa ditariknya benang merah yang jelas, maka masyarakat akan selalu terombang-ambing dalam keraguan pemilihan identitas diri dan pedoman hidup.

Salah satu faktor lain kemungkinan tidak applicable-nya Pancasila adalah kurang kredibel, dalam arti kata bahwa tidak adanya definisi dan standarisasi yang jelas dan terukur. Ketidakjelasan ini mengakibatkan kerancuan di masyarakat, sehingga masyarakat cenderung mencari pedoman hidup yang lebih memiliki kepastian. Akibatnya Pancasila menjadi hanya sekedar jargon-jargon belaka yang tidak ada korelasinya dengan dunia nyata.

Solusi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan memandang Pancasila sebagai sebuah sistem lengkap dengan input, proses, dan outputnya. Keuntungan cara pandang ini adalah dapat mengadopsi prinsip ISO, yaitu bahwa suatu sistem harus mempunyai standart yang jelas dan terukur, dan juga harus memiliki mekanisme Continuous Improvement. Dengan cara pandang ini maka dapat ditarik dengan jelas benang merah antar sila-sila Pancasila, sekaligus antara Pancasila dengan dunia nyata. Dengan standart yang jelas dan terukur maka Pancasila akan menjadi kredibel dan applicable dalam kehidupan sehari-hari.


Sedangkan benang merah antara Pancasila dengan agama digambarkan sebagai berikut:


Adapun uraian lebih lanjut dapat dilihat di artikel: Sistem Pancasila


Proses pemahaman Pancasila bukanlah proses yang statis, melainkan ini adalah proses yang dinamis sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin matang seseorang, maka seharusnya semakin berkembang dan semakin dalam penjabarannya terhadap Pancasila. Untuk itu maka proses pengajaran Pancasila hendaknya dimulai sejak dini, agar menghasilkan generasi muda penerus bangsa yang benar-benar memahami, menghayati, dan mengamalkan Pancasila.

Secara praktikal maka pengajaran Pancasila harus mengikuti tahapan psikologis dari tiap-tiap golongan usia. Sebagai contoh, untuk anak SD mungkin ada baiknya dibuatkan semacam game online yang berkaitan dengan Pancasila, yang tentu saja akan lebih efektif jika dirangkai dengan kegiatan lomba-lomba dengan hadiah yang menarik. Hal yang sama bisa dieksplorasi untuk tahapan-tahapan usia lainnya.

Era informatika penuh dengan ancaman-ancaman (threats) yang berpotensi melemahkan Pancasila. Tetapi di sisi lain, era informatika juga menyediakan kesempatan (opportunities) untuk perkembangan Pancasila jika bisa dimanfaatkan dengan baik. Era informatika adalah era yang menuntut kreativitas. Dan kreativitas adalah dunia dan ciri khas generasi muda. Melibatkan generasi muda dalam mengembangkan budaya Pancasila adalah wajib, agar dapat mengeksplorasi secara maksimal opportunities yang ada di dunia informatika. Sekaligus sebagai sarana pembudayaan Pancasila pada generasi muda di era informatika ini.









Sumber Referensi: Internet

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.