Meninggikan Diri Sendiri

Perasaan kemenangan adalah perasaan yang sangat menyenangkan. Begitu menyenangkannya sampai orang ingin selalu mengulanginya, bahkan bagi beberapa orang menjadi kecanduan. Mengejar kemenangan adalah baik sebagai motivasi untuk meningkatkan prestasi dan jiwa sportif. Tetapi jika berlebihan bisa memicu emosi negatif, apalagi jika sampai menghalalkan segala cara.

Sensasi kemenangan bisa terjadi dimana saja, bahkan sampai di jalan-jalan, dimana orang saling berebut jalan tidak ada yang mau mengalah. Bentuk yang cukup halus tetapi tidak kalah merusak adalah keinginan untuk selalu meninggikan diri sendiri di hadapan orang lain. Ini adalah hal yang mulai umum terjadi di masyarakat saat ini. Yang pendek akan berusaha agar terlihat tinggi. Yang tinggipun ingin terlihat lebih tinggi lagi.

Yang menyedihkan adalah orang-orang yang ingin terlihat tinggi dengan cara merendahkan orang lain. Dengan bersikap kasar, atau melecehkan, atau tidak sopan, atau tidak mau menghormati orang lain, dan banyak lagi sikap-sikap yang tidak patut lainnya. Mereka tidak menyadari bahwa sikap ini justru merendahkan diri mereka sendiri. Ingin tinggi dengan menginjak kepala orang lain. Orang terhormat akan menghormati orang lain. Yang tak terhormat akan menuntut orang lain untuk menghormati.

Tak jarang segala cara dilakukan agar dihormati orang lain. Menggunakan semua kelebihan yang ada agar dipandang tinggi. Yang kaya menonjolkan kekayaannya. Yang kuasa memanfaatkan kekuasaannya. Yang lain menggunakan kekuatannya, kelebihan fisiknya, kedudukannya, umurnya, dst. Bahkan yang pandai, yang seharusnya menganut ilmu padi, malah memasang sederet gelar-gelarnya di saat yang tidak tepat, yang menjadi bahan tertawaan oleh bangsa lain yang menjunjung tinggi profesionalisme.

Motivasi lain dari meninggikan diri sendiri adalah untuk menambah rasa percaya diri, atau agar tidak direndahkan orang lain (takut dipandang rendah, paranoid). Menambah rasa percaya diri adalah baik, asalkan tidak menjadi over. Menjaga diri agar tidak diremehkan orang lain juga penting, karena memang sekarang ada saja orang yang senang memanfaatkan kelemahan orang lain, akan tetapi sekali lagi asal tidak berlebihan. Kebanyakan orang sulit mengendalikan diri sendiri, sehingga melakukan tindakan-tindakan yang over berlebihan yang akhirnya merendahkan diri sendiri, bahkan menyakiti hati orang lain.

Dalam beberapa hal, meninggikan diri sendiri memang mempunyai nilai positif. Akan tetapi secara keseluruhan, ini adalah sikap yang lebih banyak membawa efek negatif dibandingkan dengan efek positifnya. Sikap ini bisa membawa orang menjadi dholim, dalam arti tidak bisa menempatkan dirinya di tempat yang seharusnya. Memandang diri sendiri terlalu tinggi, merendahkan orang lain. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sikap ini bisa merusak nilai-nilai moral yang baik, seperti: rendah hati tanpa rendah diri, suka mengalah, keramahan, bersikap sopan santun, sabar, lemah lembut, suka membantu, dst. Bahkan beberapa nilai moral yang baik malah diasosiasikan dengan kelemahan diri, salah satu contohnya adalah sikap suka mengalah. Persepsi seperti ini jelas harus diluruskan kembali.

Pada dasarnya setiap orang pasti menyimpan nilai-nilai kebaikan di dalam dirinya, di hati nuraninya. Akan tetapi karena satu dan lain hal, terkadang kebaikan tersebut terkubur dalam. Beberapa nilai kebaikan terkubur dalam, tetapi beberapa kebaikan lain cenderung muncul ke permukaan, hal ini tergantung karakteristik dari masing-masing orang. Dengan beberapa cara tertentu, kebaikan yang terkubur bisa tergali kembali. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan memberikan contoh. Kebanyakan orang akan tergerak untuk berbuat kebaikan jika ada yang memberi contoh terlebih dahulu. Alangkah baiknya jika setiap orang mau berkorban dan ikhlas untuk memberikan contoh melakukan kebaikan, sesuai dengan kemampuan dan karakteristik masing-masing. Hal ini penting untuk dilakukan agar dapat menahan laju perilaku "meninggikan diri sendiri", rasa sombong yang tidak perlu, dan perilaku-perilaku yang merugikan lain. Lebih lanjut adalah agar bisa membangkitkan kembali perilaku-perilaku luhur yang menjadi watak asli bangsa ini.

Pancasila sila 2

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.