Atas Nama Sistem

Suatu sistem dibangun dengan tujuan untuk mencapai hasil atau output tertentu, dengan standar kualitas dan spesifikasi teknis tertentu. Mempertahankan keteraturan suatu sistem sangat diharuskan agar dapat menjaga kualitas, efisiensi, dan efektivitas dalam tingkat tertentu yang telah ditetapkan. Hal itu adalah di satu sisi, di sisi lain kekakuan dalam menjalankan suatu sistem dapat menghalangi proses continuous improvement. Dan ini adalah sangat merugikan, karena continuous improvement adalah hal yang wajib dilakukan agar sistem selalu responsif terhadap perubahan yang selalu terjadi. Mengabaikan perubahan dapat berakibat disfungsi dari suatu sistem. Keseimbangan dari fleksibilitas suatu sistem harus menjadi kajian yang berkesinambungan. Teori-teori kesisteman sudah cukup banyak membahas permasalahan ini, yang menjadi masalah adalah kesungguhan dan konsistensi dari para penyelenggara sistem untuk melaksanakan teori-teori itu.

Selain karakteristik kesisteman yang umum seperti di atas, maka semua sistem yang berlaku di Indonesia, terutama sistem pengelolaan negara, wajib mengikuti prinsip dasar Pancasila. Sistem yang berbasis Pancasila, sesuai dengan Sila 5, jelas harus menempatkan rasa keadilan sebagai syarat wajib input, proses, dan terutama outputnya. Sistem yang berhubungan dengan publik atau rakyat banyak harus memberikan hasil yang menguntungkan publik atau rakyat banyak, bukan hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Sistem tidak boleh menjadi tunggangan pihak-pihak tertentu untuk mencapai tujuan pribadinya atau kelompoknya, biarpun dengan dalih demi rakyat, karena dalih-dalih seperti itu selalu berujung kepada mengorbankan rakyat demi keuntungan sendiri.

Seperti dua sisi mata uang, baik dan buruk selalu berdampingan. Bila kebaikan dari suatu sistem adalah sudah jelas, maka keburukan dari suatu sistem juga pasti ada. Tak jarang suatu sistem begitu kakunya sehingga malah mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang ingin dicapai atau yang menjadi pedoman dari sistem tersebut. Kekakuan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah: kurangnya pemahaman dari para pelaksana sistem tersebut tentang segala sesuatu tentang kesisteman, dan yang paling merugikan adalah, mereka yang memanfaatkan sistem untuk kepentingan pribadi. Pemanfaatan sistem untuk kepentingan pribadi ini bukan hanya menyebabkan sistem yang kaku saja, tetapi dalam tahap yang parah, sistem malah bisa menjadi berubah-ubah tidak jelas demi untuk melancarkan tujuan-tujuan tertentu. Sistem menjadi fleksibel untuk kalangan tertentu, dan menjadi sangat kaku untuk kalangan lainnya. Ini jelas sangat bertentangan dengan prinsip kesisteman, dan akan membawa suatu sistem kepada kehancuran.

Sistem yang baik tidak boleh tergantung kepada individu-individu, apalagi tergantung kepada satu individu tertentu. Individu adalah bagian dari suatu sistem, bukan sebaliknya, sistem tergantung kepada individu. Suatu sistem harus mempunyai suatu mekanisme yang mencegah individu-individu untuk menguasai sistem tersebut. Betapa banyak sekarang orang-orang yang bertindak semena-mena dengan mengatasnamakan sistem. Maraknya anggapan keliru bahwa menutup-nutupi kesalahan dianggap hal yang baik, jika itu dapat melindungi sistem. Bahkan sampai tindakan melawan hukum dan keadilan dibenarkan atas nama sistem. Sistem dituhankan, didewa-dewakan, apabila dibutuhkan, tetapi diinjak-injak bila dipandang mengganggu. Oknum-oknum ini merasa dirinya adalah penguasa sistem, bukan bagian dari sistem. Jika hal seperti ini terus dibiarkan, maka akan timbul kemerosotan dan keruntuhan di segala aspek dan bidang. Dan pada saat kesadaran/kebenaran timbul, sudah terlalu banyak korban yang berjatuhan, dan terlalu banyak pengorbanan yang harus diberikan untuk tindakan perbaikan.


Pancasila sila 5

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.