Penerapan Sistem Pancasila

Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia dan dasar negara Indonesia. Penerapan sistem Pancasila seharusnya menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari bangsa ini, terutama bagi para pengelola negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penerapan sistem ini di dalam penyelenggaraan negara seyogyanya disesuaikan dengan level kelembagaan negara. Semakin tinggi level sebuah lembaga maka semakin tinggi pula standarisasi yang harus diterapkan. Misal dari level kelembagaan adalah seperti berikut:

   A1 : MPR, DPR, Presiden, Para pucuk pimpinan lembaga tinggi negara, dst.
   A2 : DPRD, Gubernur, Menteri, dst.
   A3 : dst., sampai ke level terendah dalam pengelolaan negara.
   
   B1 : Para tokoh masyarakat.
   B2 : Para pengusaha.
   B3 : dst., sampai ke level keluarga dan pribadi per pribadi.
Penyebutan level B sampai ke level keluarga dan pribadi dimaksudkan agar sistem Pancasila diterapkan sampai ke level masyarakat yang paling bawah, dan menjadi landasan hidup sehari-hari dari bangsa ini. Karena bangsa ini benar-benar membutuhkan suatu ideologi yang benar-benar dihayati, yang dapat menjadi pemersatu masyarakat, dan dapat mengarahkan bangsa ini ke arah yang lebih baik.


Contoh penerapan
Contoh penerapan sistem Pancasila yang paling tepat adalah terhadap para wakil rakyat di MPR/DPR. Jika para wakil rakyat tersebut dimasukkan ke sistem di atas maka:

Mereka haruslah orang-orang yang benar-benar menjalankan syariah agamanya masing-masing dengan baik (Sila 1). Harus berperi kemanusiaan, sopan santun berbudi pekerti luhur, dan tidak pernah terlibat kejahatan (Sila 2). Berjiwa patriot, rela berkorban demi negaranya (Sila 3). Harus bermoral mulia, berilmu pengetahuan tinggi di bidangnya dan di bidang demokrasi kerakyatan, dan tidak menjadikan rakyat sebagai alat memperkaya diri (Sila 4). Menjunjung tinggi pola hidup sederhana, tidak melihat MPR/DPR sebagai lapangan kerja, melainkan sebagai tempat untuk menyalurkan idealisme, sehingga mereka rela untuk menjadi lebih miskin karena menjadi wakil rakyat, bukannya malah kekayaannya bertambah berlipat-lipat seperti yang banyak terjadi sekarang ini (Sila 5). Mungkinkah...?

Contoh persyaratan di atas hanya sekedar contoh belaka, bahwa level A1 dari MPR menuntut orang-orang yang benar-benar kompeten untuk mengisinya. Mereka bukan hanya harus faham Pancasila, tetapi juga harus melaksanakan Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari, seolah-olah Pancasila sudah merasuk ke dalam darah, daging, dan tulang sumsum mereka. Bahwa setiap anggota MPR harus memenuhi setiap persyaratan dari Sila 1 sampai Sila 5, dengan penekanan di Sila 4 karena fungsi kelembagaannya. Untuk detail "spesikasi teknis" yang harus dipersyaratkan kepada anggota MPR harus dibahas lebih lanjut dengan para ahlinya, sebagai contoh adalah ahli di bidang ISO dan good governance.

Mengingat MPR/DPR berada di level tertinggi A1, maka standart yang diterapkan haruslah setinggi mungkin. Orang-orang yang di dalamnya harus se-ideal mungkin. Mereka adalah role model. Mereka mempunyai tanggung jawab dunia akhirat untuk menjadi orang-orang yang terbaik di negeri ini, baik lahir, batin, maupun fikir. Jika tidak, maka sistem Pancasila akan sulit merakyat.

Pancasila sila 4


Motto:
"Kalau mau kaya, jadi pengusaha saja, jangan maksa, ingat dosa. Pola hidup sederhana adalah yang paling berharga. Itu ajaran semua agama."

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.