Budaya "Kawan-Lawan"

Budaya kawan-lawan adalah salah satu cara pandang dualisme bipolar dalam bentuk yang sangat ekstrim. Budaya ini menyebabkan seseorang cenderung membedakan orang lain dalam dua golongan, kawan atau lawan. Tak jarang budaya ini muncul di masyarakat, baik dalam bentuk yang ringan sampai ke bentuk yang berat, sehingga menyebabkan kejadian yang sangat memprihatinkan seperti perkelahian antar suku, antar kampung, antar pelajar/mahasiswa, antar kelompok, dan seterusnya. Ini jelas suatu budaya yang sangat merugikan.

Ini adalah gambar dari budaya kawan-lawan. Garis batas kawan-lawan sangat tipis, dan ini adalah hal yang sangat tidak alami. Karena tidak mungkin siang tiba-tiba berubah menjadi malam, atau malam menjadi siang, tanpa ada pagi dan sore diantaranya. Orang-orang yang mempunyai cara pandang seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat karena tabiatnya yang sulit ditebak dan dapat berubah dengan cepat. Bagi mereka hidup serasa perang. Ini adalah kondisi dimana tidak ada toleransi (zero tollerance).

Faktor penyebab utama dari budaya kawan-lawan ini adalah wawasan cara berpikir yang sempit. Dan sempitnya wawasan bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: perekonomian yang sempit, kesempatan yang sempit, pengalaman yang sempit, kesadaran yang sempit, keadilan yang sempit, kehidupan yang sempit, jiwa yang sempit, hati yang sempit, dada yang sempit, ilmu pengetahuan yang sempit, dan pikiran yang sempit, dst. Wawasan sempit yang timbul dari ilmu pengetahuan yang sempit, apabila pengetahuannya semakin mendalam, maka akan cenderung menjadi fanatisme. Dan kebanyakan wawasan sempit adalah timbul dari pikiran sempit (kebodohan), dan dari jiwa yang sempit (kebobrokan moral).

Adalah tugas bersama, terutama tugas negara, untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya dari budaya kawan-lawan. Bahwa manusia tidak boleh mudah-mudah menghakimi manusia lain. Tidak boleh senang membicarakan kejelekan orang lain. Tidak boleh terlalu berprasangka buruk, dan seterusnya. Dan ini harus di contohkan dari atas ke bawah, dari pimpinan ke bawahan, dari orangtua ke anak-anaknya.


Ini adalah gambar yang lebih alami, yaitu adanya gradasi antara hitam dan putih. Seperti halnya manusia, tidak ada manusia yang buruk semua, atau baik semua. Area gradasi antara garis batas kawan dan garis batas lawan menunjukkan lebar tolerasi, yang setiap orang mempunyai kadarnya masing-masing. Garis batas kecenderungan menjadi batas kecenderungan ke arah kanan atau ke arah kiri. Gambar di atas berlaku bukan hanya untuk menggambarkan budaya kawan-lawan saja, tetapi berlaku juga untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan toleransi, misalnya: baik-buruk, benar-salah, suka-duka, dst. Adanya garis batas sangat diperlukan agar manusia tidak menjadi permisif dan plin-plan. Jika semua manusia mempunyai prinsip toleransi yang cukup lebar, maka hidup akan menjadi lebih damai.

Budaya kawan-lawan ini telah terbukti sukses menyengsarakan bangsa ini, ratusan tahun dijajah Belanda dengan divide et imperanya. Telah terbukti menghambat kemajuan bangsa, dan merusak banyak aset negara. Selalu digunakan sebagai senjata ampuh oknum-oknum yang ingin menggalang kekuasaan dengan menggunakan segala cara. Merusak hubungan baik dengan bangsa lain yang serumpun, yang seharusnya menjadi saudara. Akan tetapi tetap saja budaya ini masih saja berkembang di masyarakat. Dibutuhkan kesadaran bersama untuk tidak ikut larut di budaya ini. Agar bisa keluar dari kubangan budaya yang sangat merugikan ini.

Dan inilah hidup yang sesungguhnya. Indah, penuh warna warni. Jika manusia mempunyai toleransi yang cukup, tahu dan sadar dengan batas-batasnya, maka wawasannya akan menjadi luas, dan akan dianugerahi kemampuan untuk melihat dunia seutuhnya, dengan cara yang benar. Mampu menghargai dan menghormati orang lain dan hak-haknya tanpa prasyarat. Membiarkan orang lain sesuai dengan warnanya masing-masing, selama tidak melanggar norma-norma yang ada. Tidak memaksakan kehendak pribadi, kelompok, kebiasaan, atau aturan-aturan tertentu kepada orang lain. Saling belajar dan mengambil manfaat dari pergaulan dengan orang lain. Bersih dari kekotoran batin dan pikiran. Penuh dengan prasangka baik. Hidup sehat lahir, batin, dan pikir.

Pancasila sila 2

* 0 komentar:

*
TOLERANSI VS TENGGANG RASA
Toleransi dan tenggang rasa mempunyai arti yang mirip. Akan tetapi dalam penggunaannya timbul pergeseran arti, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut: Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.



MENJAGA TRANSPARANSI DAN KOMUNIKASI
Menjaga transparansi dan komunikasi adalah penting sekali untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang bisa merugikan antara dua belah pihak.
Baca selengkapnya >>

Hikmat dan Kebijaksanaan mempunyai arti yang hampir sama, Hikmat lebih ke arah ketinggian level batin, sedangkan Bijaksana lebih ke arah ketinggian level berpikir. Hikmat dapat diartikan sebagai wawasan dan kemampuan untuk menalar jauh ke depan melampaui alam kehidupan di dunia saja. Orang yang berhikmat memandang kehidupan dunia adalah satu kesatuan dengan kehidupan di akhirat kelak. Mereka memahami betul hakekat dari baik dan buruk, sehingga mereka tidak akan mengeksploitasi kehidupan dunia tanpa memikirkan akibatnya kelak di akhirat.

Bijaksana adalah wawasan dan kemampuan untuk berpikir jauh ke depan di dunia ini. Orang yang bijaksana mampu menganalisa akibat suatu tindakan, manfaat dan mudharatnya bagi orang lain (bangsa, masyarakat) maupun bagi diri mereka sendiri, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah, dan jangka panjang bahkan sesudah mereka tidak hidup di dunia ini lagi.

Dengan kata lain para pemimpin, termasuk didalamnya adalah para wakil rakyat, haruslah orang-orang yang bermoral, berilmu pengetahuan tinggi, dan punya wawasan intelektual yang lengkap. Para pemimpin dan wakil rakyat harus orang-orang pilihan yang terbaik dari yang diwakilinya. Mereka harus memiliki Hikmat Kebijaksanaan yang lebih unggul dari yang diwakili.

Pada dasarnya, seluruh nilai-nilai luhur yang dikandung Pancasila adalah termasuk di dalam Hikmat Kebijaksanaan ini. Nilai-nilai luhur itu adalah: nilai-nilai luhur agama di Sila 1, nilai-nilai luhur kemanusiaan di Sila 2, nilai-nilai pentingnya persatuan di Sila 3, nilai-nilai keutamaan dari demokrasi kerakyatan di Sila 4, dan pemahaman tentang keadilan sosial sebagai tujuan akhir dan pedoman arah bagi sila-sila sebelumnya di Sila 5.