Faktor penyebab utama dari budaya kawan-lawan ini adalah wawasan cara berpikir yang sempit. Dan sempitnya wawasan bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: perekonomian yang sempit, kesempatan yang sempit, pengalaman yang sempit, kesadaran yang sempit, keadilan yang sempit, kehidupan yang sempit, jiwa yang sempit, hati yang sempit, dada yang sempit, ilmu pengetahuan yang sempit, dan pikiran yang sempit, dst. Wawasan sempit yang timbul dari ilmu pengetahuan yang sempit, apabila pengetahuannya semakin mendalam, maka akan cenderung menjadi fanatisme. Dan kebanyakan wawasan sempit adalah timbul dari pikiran sempit (kebodohan), dan dari jiwa yang sempit (kebobrokan moral).
Adalah tugas bersama, terutama tugas negara, untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya dari budaya kawan-lawan. Bahwa manusia tidak boleh mudah-mudah menghakimi manusia lain. Tidak boleh senang membicarakan kejelekan orang lain. Tidak boleh terlalu berprasangka buruk, dan seterusnya. Dan ini harus di contohkan dari atas ke bawah, dari pimpinan ke bawahan, dari orangtua ke anak-anaknya.
Ini adalah gambar yang lebih alami, yaitu adanya gradasi antara hitam dan putih. Seperti halnya manusia, tidak ada manusia yang buruk semua, atau baik semua. Area gradasi antara garis batas kawan dan garis batas lawan menunjukkan lebar tolerasi, yang setiap orang mempunyai kadarnya masing-masing. Garis batas kecenderungan menjadi batas kecenderungan ke arah kanan atau ke arah kiri. Gambar di atas berlaku bukan hanya untuk menggambarkan budaya kawan-lawan saja, tetapi berlaku juga untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan toleransi, misalnya: baik-buruk, benar-salah, suka-duka, dst. Adanya garis batas sangat diperlukan agar manusia tidak menjadi permisif dan plin-plan. Jika semua manusia mempunyai prinsip toleransi yang cukup lebar, maka hidup akan menjadi lebih damai.
Budaya kawan-lawan ini telah terbukti sukses menyengsarakan bangsa ini, ratusan tahun dijajah Belanda dengan divide et imperanya. Telah terbukti menghambat kemajuan bangsa, dan merusak banyak aset negara. Selalu digunakan sebagai senjata ampuh oknum-oknum yang ingin menggalang kekuasaan dengan menggunakan segala cara. Merusak hubungan baik dengan bangsa lain yang serumpun, yang seharusnya menjadi saudara. Akan tetapi tetap saja budaya ini masih saja berkembang di masyarakat. Dibutuhkan kesadaran bersama untuk tidak ikut larut di budaya ini. Agar bisa keluar dari kubangan budaya yang sangat merugikan ini.
Pancasila sila 2
* 0 komentar:
Posting Komentar